Blogger Widgets

Kamis, 03 November 2016

Makalah Pancasila dan Pluralisme

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
TOLERANSI UMAT MUSLIM DAN NASRANI SEBAGAI  WUJUD PERSATUAN DI KELURAHAN KRATONAN SOLO




Disusun Oleh :
Sartini                           5302416006/PTIK



FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.                  Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beranekaragam suku bangsa, etnis atau kelompok sosial, kepercayaan, agama, dan kebudayaan yang berbeda antara daerah satu dengan daerah lain sehingga Indonesia dikatakan sebuah negara yang kaya dengan keanekaragaman (plural).
Latar belakang, struktur sosial, dan karakter yang berbeda membuat Indonesia rawan akan konflik dan perpecahan berdasarkan emosi individu. Terlebih lagi dengan karakter masyarakat Indonesia yang mudah terpengaruh informasi tanpa mengkaji terlebih dahulu kebenarannya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, masyarakat Indonesia harus memahami makna pluralisme, toleransi dalam kehidupan sehari – hari demi terwujudnya negara yang bersatu seperti dalam pedoman bangsa Indenesia “Bhineka Tunggal Iki ” yang artinya berbeda – beda tetapi tetep satu jua.
Hubungan yang  harmonis  antar  agama  menjadi  kebutuhan  yang  sangat penting demi  terciptanya  stabilitas  dalam masyarakat.  Bila  hubungan  antar  agama dapat  dibangun dan  dikembangkan  dengan  baik  akan  menjadi  potensi besar yag dapat  membangun  kemajuan masyarakat.  Sebaliknya jika  tidak,  hal  tersebut  akan  menjadi  potensi  konflik dalam masyarakat. Dalam hal ini toleransi memiliki peran yang besar. Toleransi atau menerima perbedaan bukan berarti menyamaratakan, tetapi mengakui bahwa ada hal yang berbeda dalam kehidupan masyarakat.
Pada era sekarang, banyak orang yang beranggapan bahwa pluralisme seolah mengajarkan kesamarataan, sama rasa khusunya dalam bidang sosial, budaya, dan agama. Pluralisme tidak seperti itu melainkan bahwa pluralisme  yang netral mempersilakan manusia untuk menganut agama dan kepercayaan masing-masing. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia ternyata masih banyak dijumpai perilaku yang sesuai dengan pluralisme agama, salah satunya di Kecamatan Keraton Solo.

2.                  Rumusan Masalah
A.    Apakah yang dimaksud dengan pluralisme?
B.     Bagaimana kehidupan masyarakat di Kelurahan Kratonan Solo terkait dengan adanya pluralisme?
C.     Bagaimana cara membangun pluralisme pada daerah yang memiliki keanekaragaman agama?
D.    Bagaimana mewujudkan nilai-nilai Pancasila berdasarkan pluralisme?

3.                  Tujuan
A.    Memahami arti dan makna pluralisme secara mendalam.
B.     Mengetahui contoh nyata tentang penerapan pluralisme di Kelurahan Kratonan Solo.
C.     Memiliki jiwa yang mampu membangun pluralisme pada daerah yang memiliki keanekaragaman agama dan budaya.
D.    Mampu mewujudkan nilai-nilai Pancasila berdasarkan paham pluralisme dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari – hari.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pluralisme
Pluralisme berasal dari bahasa Inggris pluralism, terdiri dari dua kata yairu plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti beragam pemahaman, atau bermacam-macam paham. Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.
Pluralisme agama adalah suatu sistem nilai yang memandang keberagamaan  atau  kemajemukan agama  secara  positif  sekaligus  optimis  dengan  menerimanya  sebagai  kenyataan (Sunnatullah)  dan  berupaya  agar  berbuat  sebaik  mungkin berdasarkan  kenyataan  itu.  Dikatakan  secara  positif  karena mengandungi  pengertian  agar  umat  beragama  tidak memandang  pluralitas  agama  sebagai  kemungkaran  yang harus  dibasmi.  Dinyatakan  secara  optimis  kerana kemajmukan  agama  itu  sesungguhnya  sebuah  potensi  agar setiap umat terus berlumba menciptakan kebaikan di bumi.
Menurut Diana L. Eck (1999), pluralisme bukanlah sebuah paham bahwa agama itu semua sama. Menurutnya bahwa agama-agama itu tetap berbeda pada dataran simbol, namun pada dataran substansi memang stara. Jadi yang membedakan agama-agama hanyalah syariat. Sedangkan secara substansial semuanya setara untuk menuju pada kebenaran yang transendental itu.
Menurut pandangan dari bapak pluralisme di Indonesia yaitu Nurcholish  Madjid  mendukung  konsep  kebebasan  dalam  beragama, namun bebas dalam konsep  tersebut dimaksudkan sebagai kebebasan dalam  menjalankan  agama  tertentu  yang  disertai  dengan  tanggung  jawab penuh  atas  apa  yang  dipilih. Sedangkan pandangan dari Abdurrahman  Wahid atau Gus Dur bahwa nilai  terpenting  dari  sebuah  agama  adalah  pemaknaan terhadap  bagaiman  manusia  menempatkan  dirinya  di  dunia  untuk  bisa mengelola dan mengaturnya bagi tujuan kebaikan hidupnya tersebut.

B.     Kehidupan masyarakat di Kelurahan Kratonan Solo
Kelurahan Kratonan adalah salah satu kelurahan di kecamatan Serengan, Surakarta. Meski bernama Kratonan, Keraton Surakarta tidak termasuk wilayah kelurahan melainkan termasuk wilayah kelurahan Baluwarti. Nama Kratonan diberikan karena saat membuka wilayah ini untuk dibangun Keraton Surakarta.
Di kelurahan ini pada sisi barat Jalan Gatot Subroto No 222, Solo terdapat sebuah Gereja Kristen Jawa yang bersebelahan dengan sebuah masjid. Dikutip dari merdeka.com bahwa sejak zaman kemerdekaan, Muslim dan Nasrani di Kelurahan Kratonan mempunyai tempat ibadah yang saling bersebelahan dan hanya dipisahkan tembok batu bata, tetapi kehidupan mereka selalu harmonis tanpa diwarnai adanya gesekan sedikitpun, selalu saling bantu dan saling menghormati satu sama lainnya. Umat Islam di wilayah ini, melaksanakan kegiatan shalat dan ibadah lainnya di Masjid Al Hikmah. Sedangkan umat Nasrani melaksanakan ibadatnya di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan.
Menurut Takmir Masjid Al Hikmah, Haji Muhammad Nashir Abu Bakar, kerukunan kedua umat telah berlangsung sejak awal kemerdekaan, pasalnya Masjid Al Hikmah memang dibangun sejak awal kemerdekaan, yakni tahun 1947. Sementara GKJ Joyodiningratan sudah dibangun 10 tahun sebelumnya atau sejak tahun 1937.
"Kami sudah terbiasa saling bantu, saling menghormati sejak puluhan tahun. Masjid dan gereja ini, punya alamat sama, Jalan Gatot Subroto No 222," ujar Nashir Abu Bakar.
Di Gereja Kristen Jawa (GKJ) juga digunakan sebagai sekolah taman kanak-kanak. Sedangkan di masjid masyarakat juga sering memanfaatkannya untuk pengajian, TPA (Taman Pendidikan Alquran), serta kegiatan lainnya. Toleransi juga terlihat dalam kehidupan bermasyarakat sehingga peribadatan kedua umat beragama hingga saat ini dapat berjalan lancar. Kerukunan dan toleransi dipaparkan oleh Nashir. Ia menceritakan, suatu saat perayaan Idul Fitri jatuh pada hari Minggu, di mana saat tersebut umat Nasrani juga melakukan kegiatan peribadatan di pagi hari. "Saat itu pihak gereja langsung telepon kami dan menanyakan apakah benar Idul Fitri jatuh hari Minggu. Kemudian mereka dengan rela hati memundurkan jadwal peribadatan paginya menjadi siang. Itu agar kami leluasa menjalankan Salat Idul Fitri," kisah Nashir.
Pendeta GKJ Joyodiningratan, Nunung Istining Hyang yang mengakui jika kerukunan dan toleransi tersebut sudah berlangsung lama. Ia menceritakan, saat ada acara peribadatan umat Nasrani, umat Muslim juga mempersilakan halaman depan masjid untuk tempat parkir. "Kalau ada perayaan Natal atau Paskah, biasanya halaman depan masjid kita pakai untuk tempat parkir. Kami saling memberi kesempatan untuk berkegiatan sehingga peribadahan dapat berjalan lancar. Kalau ada pihak yang mengganggu kerukunan dan toleransi, kami akan secara bersama-sama mengatasinya," ujar Nuning ( merdeka.com )
Hal ini menunjukkan karakter masyarakat di Kelurahan Kratonan masih sangat kental akan adanya pluralisme beragama dibuktikan dengan pola pikir para tokoh agama di Kelurahan tersebut. Agama dalam suatu masyarakat sebagai kekuatan pemersatu karena dalam ritual agama yang diikuti oleh orang banyak menjadi satu rasa sepaguyuban dan agama juga dikatakan sebagai kekuatan dinamis (Rusdi, 2009:94).

C.    Membangun Pluralisme dalam Masyarakat
Indonesia merupakan salah satu negara sosio-kultural yang memiliki keanekaragaman suku, bangsa, budaya, dan agama. Membangun adanya toleransi antar warga masyarakat dalam keanekaragaman harus memili kesadaran bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain sehingga menimbulkan rasa ingin saling membantu dan tolong-menolong. Begitu banyak perbedaan latar belakang menjadi satu karena adanya rasa pluralisme dan patriotisme yang telah tertanam di setiap diri bangsa Indonesia.
Dalam Undang – Undang Dasar dijelaskan bahwa kita bebas menentukan kepercayaan yang akan dianut. Menurut Pasal 29 Ayat 2 dijelaskan bahwa setiap warga negara memiliki agama dan kepercayaanya sendiri tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun. Dan tidak ada yang bisa melarang orang untuk memilih agama yang diyakininya. Setiap agama memiliki cara dan proses ibadah yang bermacam-macam, oleh karena itu setiap warga negara tidak boleh untuk melarang orang beribadah. Supaya tidak banyak konflik-konflik yang muncul di Indonesia.
Selain diatur dalam UUD 1945 , menurut sejarah Islam pada taun 622 H, Nabi mencapai kesepakatan bersama di antara nabi dan para pemimpin suku di Madinah, mencakup juga orang Yahudi dan Nasrani yang disebut dengan “Konstitusi Madinah”, karena memang undang – undang dasar yang mengikat para individu untuk membentuk masyarakat yang disebut al ummah. Salah satu isi perjanjian tersebut adalah tentang menjamin kebebasan beragama (Dawam, 1999:93).
Beberapa cara yang digunakan untuk membangun rasa pluralisme dalam masyarakat yang memiliki keanekaragaman agama:
Ø  Saling menjaga tempat tempat peribadatan.
Ø  Saling meniadakan dalam bentuk konflik antar agama.
Ø  Saling menjaga relasi antar umat beragama.
Kehidupan masyarakat pada Kelurahan Kratonan dapat beriringan antara agama Nasrani dan agama Islam. Mereka mampu menyelaraskan harmoni kehidupan dengan kepercayaan yang berbeda dengan adanya toleransi antar umat beragama.

D.    Nilai Pancasila Berdasarkan Pluralisme
Agar tercipta karakter pancasila yang pluralism, harus ada perpaduan antara Pancasila dan plural (bentuk dari suatu perilaku social masyarakat yang dibentuk melalui lingkungan hidupnya). Rumusan Pancasila secara otentik terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 aline ke-4. Pancasila memiliki 5 nilai yang sesuai dengan sila – sila dalam Pancasila, yaitu:
Ø  Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta.
Ø  Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
Ø  Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia.
Ø  Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
Ø  Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif.

Sebagai nilai, pancasila memuat daya tarik bagi manusia untuk diwujudkan, dan harus dilaksanakan. Beberapa contoh perilaku untuk mewujudkan nilai-nilai pancasila dalam lingkungan masyarakat seperti:
Ø  Saling menghormati dan memberikan toleransi antar umat beragama
Ø  Rukun dengan tetangga yang berbeda agama
Ø  Berbuat adil kepada tetangga, tidak membeda-bedakan tetangga.
Ø  Mematuhi norma-norma dan aturan yang berlaku di dalam masyarakat.

Pada kenyataannya di Indonesia, warga masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam dibandingkan hubungan mereka dengan warga masyarakat kota dan sistem kehidupan yang diguakan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Basrowi, 2005:59). Seperti Kelurahan Kratonan Solo yang menggunakan sistem kekeluargaan sebagai bentuk dan wujud saling menghargai antara masyarakat pemeluk agama nasrani dan agama islam, tetai hal ini bukan mencampurkan satu agama dengan agama yang lain.



BAB III
PENUTUP

1.      KESIMPULAN
Suatu kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain, hidup bersama tanpa menimbulkan adanya konflik disebut pluralisme. Baik pluralisme budaya maupun pluralisme agama sama mengajarkan tentang saling toleransi. Dengan memahami arti pluralisme secar positif maka akan terciptanya kerukunan dalam masyarakat.
Kehidupan masyarakat di Kelurahan Kratonan masih sangat kental akan adanya pluralisme beragama. Mereka dapat hidup berdampingan dan hidup beriringan antara agama Nasrani dan agama Islam. Mereka mampu menyelaraskan harmoni kehidupan dengan kepercayaan yang berbeda dengan adanya toleransi antar umat beragama
Untuk membangun paham pluralisme yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila khsusunya pluralisme agama, masyarakat harus memahami makna nilai-nilai tersebut, memahami situasi atau keadaan masyarakat setempat, memiliki keinginan dan mampu menerapkan perilaku yang sesuai dalam kehidupan.
2.      SARAN
Ø  Masyarakat khususnya daerah pedesaan masih membutuhkan bimbingan dari orang terpelajar atau tokoh masyarakat karena masih banyak yang belum memahami makna pluralisme agama secara positif, mereka masih menganggap bahwa pluralisme agama adalah menyamaratakan semua ajaran agama.
Ø  Semakin banyak keanekaragaman latar belakang sosial, budaya seharusnya menjadikan suatu daerah memiliki rasa toleransi dan memiliki sikap pluralisme yang tinggi.
Ø  Untuk mewujudkan adanya pluralisme yang positif, masyarakat seharusnya dapat berpartisipasi aktif dalam masyarakat.

Ø  Masyarakat di Indonesia seharusnya bisa mengambil contoh paham pluralisme dari kehidupan masyarakat Kelurahan Kratonan Solo yang dapat hidup rukun dengan keanekaragaman agama yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Alfarid, Riza. “Makalah Pluralisme”. 10 Oktober 2016. http://inigaperludikenang.blogspot.co.id/2015/08/makalah-pluralisme.html
Basrowi. 2005. “Pengantar Sosiologi”. Bogor : Ghalia Indonesia.
Khambali, K. M., Yon, H. W. A. W., & Sintang, S. (2014). Toleransi dan Pluralisme Menurut Pengalaman Masyarakat Bidayuh. Jurnal Usuluddin, 40(40).
Muchtar, Rusdi. 2009. “Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia”.Jakarta Timur: Balai Penelitian da Pengembangan Agama Jakarta.
Objantoro, E. (2016). Pluralisme Agama-Agama: Tentangan Bagi Teologi Kristen. Jurnal Simpson: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, 1(1).
Rahardjo, Dawam. 1999. “Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial”. Jakarta: LSAF.
Wikipedia. “Kratonan Surakarta”. 1 November 2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Kratonan,_Serengan,_Surakarta
Wikipedia. “ Pluralisme”. 10 Oktober 2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme

Tidak ada komentar:

Posting Komentar