MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
TOLERANSI UMAT MUSLIM DAN NASRANI
SEBAGAI WUJUD PERSATUAN DI KELURAHAN KRATONAN
SOLO
Disusun Oleh :
Sartini 5302416006/PTIK
FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beranekaragam suku
bangsa, etnis atau kelompok sosial, kepercayaan, agama, dan kebudayaan yang
berbeda antara daerah satu dengan daerah lain sehingga Indonesia dikatakan
sebuah negara yang kaya dengan keanekaragaman (plural).
Latar belakang, struktur sosial, dan karakter yang berbeda membuat
Indonesia rawan akan konflik dan perpecahan berdasarkan emosi individu. Terlebih
lagi dengan karakter masyarakat Indonesia yang mudah terpengaruh informasi
tanpa mengkaji terlebih dahulu kebenarannya. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
masyarakat Indonesia harus memahami makna pluralisme, toleransi dalam kehidupan
sehari – hari demi terwujudnya negara yang bersatu seperti dalam pedoman bangsa
Indenesia “Bhineka Tunggal Iki ” yang artinya berbeda – beda tetapi tetep satu
jua.
Hubungan yang harmonis antar
agama menjadi kebutuhan
yang sangat penting demi terciptanya
stabilitas dalam masyarakat. Bila
hubungan antar agama dapat
dibangun dan dikembangkan dengan
baik akan menjadi
potensi besar yag dapat membangun kemajuan masyarakat. Sebaliknya jika tidak,
hal tersebut akan
menjadi potensi konflik dalam masyarakat. Dalam hal ini
toleransi memiliki peran yang besar. Toleransi atau menerima perbedaan bukan berarti
menyamaratakan, tetapi mengakui bahwa ada hal yang berbeda dalam kehidupan
masyarakat.
Pada era sekarang, banyak orang yang beranggapan bahwa pluralisme
seolah mengajarkan kesamarataan, sama rasa khusunya dalam bidang sosial,
budaya, dan agama. Pluralisme tidak seperti itu melainkan bahwa pluralisme yang netral mempersilakan
manusia untuk menganut agama dan kepercayaan masing-masing. Dalam kehidupan
masyarakat di Indonesia ternyata masih banyak dijumpai perilaku yang sesuai
dengan pluralisme agama, salah satunya di Kecamatan Keraton Solo.
2.
Rumusan
Masalah
A. Apakah
yang dimaksud dengan pluralisme?
B. Bagaimana
kehidupan masyarakat di Kelurahan Kratonan Solo terkait dengan adanya
pluralisme?
C. Bagaimana
cara membangun pluralisme pada daerah yang memiliki keanekaragaman agama?
D. Bagaimana mewujudkan nilai-nilai Pancasila berdasarkan pluralisme?
3.
Tujuan
A. Memahami
arti dan makna pluralisme secara mendalam.
B. Mengetahui
contoh nyata tentang penerapan pluralisme di Kelurahan Kratonan Solo.
C. Memiliki
jiwa yang mampu membangun pluralisme pada daerah yang memiliki keanekaragaman
agama dan budaya.
D. Mampu
mewujudkan nilai-nilai Pancasila berdasarkan paham
pluralisme dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari – hari.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pluralisme
Pluralisme berasal dari bahasa Inggris pluralism, terdiri dari dua kata yairu
plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti beragam pemahaman, atau
bermacam-macam paham. Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka
dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling
menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama serta membuahkan
hasil tanpa konflik asimilasi. Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas
masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan merupakan
pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan
ekonomi.
Pluralisme agama adalah suatu sistem
nilai yang memandang keberagamaan
atau kemajemukan agama secara
positif sekaligus optimis
dengan menerimanya sebagai
kenyataan (Sunnatullah) dan berupaya
agar berbuat sebaik
mungkin berdasarkan
kenyataan itu. Dikatakan
secara positif karena mengandungi pengertian
agar umat beragama
tidak memandang pluralitas agama
sebagai kemungkaran yang harus
dibasmi. Dinyatakan secara
optimis kerana kemajmukan agama
itu sesungguhnya sebuah
potensi agar setiap umat terus
berlumba menciptakan kebaikan di bumi.
Menurut Diana L. Eck (1999), pluralisme
bukanlah sebuah paham bahwa agama itu semua sama. Menurutnya bahwa agama-agama
itu tetap berbeda pada dataran simbol, namun pada dataran substansi memang
stara. Jadi yang membedakan agama-agama hanyalah syariat. Sedangkan secara
substansial semuanya setara untuk menuju pada kebenaran yang transendental itu.
Menurut pandangan dari bapak pluralisme
di Indonesia yaitu Nurcholish
Madjid mendukung konsep
kebebasan dalam beragama, namun bebas dalam konsep tersebut dimaksudkan sebagai kebebasan
dalam menjalankan agama
tertentu yang disertai
dengan tanggung jawab penuh
atas apa yang
dipilih. Sedangkan pandangan dari Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bahwa nilai terpenting
dari sebuah agama
adalah pemaknaan terhadap bagaiman
manusia menempatkan dirinya
di dunia untuk
bisa mengelola dan mengaturnya bagi tujuan kebaikan hidupnya tersebut.
B.
Kehidupan
masyarakat di Kelurahan Kratonan Solo
Kelurahan Kratonan adalah salah satu
kelurahan di kecamatan Serengan, Surakarta. Meski bernama Kratonan, Keraton
Surakarta tidak termasuk wilayah kelurahan melainkan termasuk wilayah kelurahan
Baluwarti. Nama Kratonan diberikan karena saat membuka wilayah ini untuk
dibangun Keraton Surakarta.
Di kelurahan ini pada sisi barat Jalan
Gatot Subroto No 222, Solo terdapat sebuah Gereja Kristen Jawa yang
bersebelahan dengan sebuah masjid. Dikutip dari merdeka.com bahwa sejak zaman kemerdekaan, Muslim dan Nasrani di
Kelurahan Kratonan mempunyai tempat ibadah yang saling bersebelahan dan hanya
dipisahkan tembok batu bata, tetapi kehidupan mereka selalu harmonis tanpa
diwarnai adanya gesekan sedikitpun, selalu saling bantu dan saling menghormati
satu sama lainnya. Umat Islam di wilayah ini, melaksanakan kegiatan shalat dan
ibadah lainnya di Masjid Al Hikmah. Sedangkan umat Nasrani melaksanakan
ibadatnya di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan.
Menurut Takmir
Masjid Al Hikmah, Haji Muhammad Nashir Abu Bakar, kerukunan kedua
umat telah berlangsung sejak awal kemerdekaan, pasalnya Masjid Al Hikmah memang
dibangun sejak awal kemerdekaan, yakni tahun 1947. Sementara GKJ
Joyodiningratan sudah dibangun 10 tahun sebelumnya atau sejak tahun 1937.
"Kami
sudah terbiasa saling bantu, saling menghormati sejak puluhan tahun. Masjid dan
gereja ini, punya alamat sama, Jalan Gatot Subroto No 222," ujar Nashir
Abu Bakar.
Di Gereja Kristen Jawa (GKJ) juga
digunakan sebagai sekolah taman kanak-kanak. Sedangkan di masjid masyarakat
juga sering memanfaatkannya untuk pengajian, TPA (Taman Pendidikan Alquran),
serta kegiatan lainnya. Toleransi juga terlihat dalam kehidupan bermasyarakat
sehingga peribadatan kedua umat beragama hingga saat ini dapat berjalan lancar.
Kerukunan dan toleransi dipaparkan oleh Nashir. Ia menceritakan, suatu saat
perayaan Idul Fitri jatuh pada hari Minggu, di mana saat tersebut umat Nasrani
juga melakukan kegiatan peribadatan di pagi hari. "Saat itu pihak gereja
langsung telepon kami dan menanyakan apakah benar Idul Fitri jatuh hari Minggu.
Kemudian mereka dengan rela hati memundurkan jadwal peribadatan paginya menjadi
siang. Itu agar kami leluasa menjalankan Salat Idul Fitri," kisah Nashir.
Pendeta GKJ Joyodiningratan, Nunung
Istining Hyang yang mengakui jika kerukunan dan toleransi tersebut sudah
berlangsung lama. Ia menceritakan, saat ada acara peribadatan umat Nasrani,
umat Muslim juga mempersilakan halaman depan masjid untuk tempat parkir. "Kalau
ada perayaan Natal atau Paskah, biasanya halaman depan masjid kita pakai untuk
tempat parkir. Kami saling memberi kesempatan untuk berkegiatan sehingga
peribadahan dapat berjalan lancar. Kalau ada pihak yang mengganggu kerukunan
dan toleransi, kami akan secara bersama-sama mengatasinya," ujar Nuning ( merdeka.com )
Hal ini menunjukkan karakter masyarakat
di Kelurahan Kratonan masih sangat kental akan adanya pluralisme beragama
dibuktikan dengan pola pikir para tokoh agama di Kelurahan tersebut. Agama
dalam suatu masyarakat sebagai kekuatan pemersatu karena dalam ritual agama
yang diikuti oleh orang banyak menjadi satu rasa sepaguyuban dan agama juga
dikatakan sebagai kekuatan dinamis (Rusdi, 2009:94).
C.
Membangun
Pluralisme dalam Masyarakat
Indonesia merupakan salah satu negara
sosio-kultural yang memiliki keanekaragaman suku, bangsa, budaya, dan agama. Membangun
adanya toleransi antar warga masyarakat dalam keanekaragaman harus memili
kesadaran bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain
sehingga menimbulkan rasa ingin saling membantu dan tolong-menolong. Begitu
banyak perbedaan latar belakang menjadi satu karena adanya rasa pluralisme dan
patriotisme yang telah tertanam di setiap diri bangsa Indonesia.
Dalam Undang – Undang Dasar dijelaskan
bahwa kita bebas menentukan kepercayaan yang akan dianut. Menurut Pasal 29 Ayat
2 dijelaskan bahwa setiap warga negara memiliki agama dan kepercayaanya sendiri
tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun. Dan tidak ada yang bisa melarang
orang untuk memilih agama yang diyakininya. Setiap agama memiliki cara dan
proses ibadah yang bermacam-macam, oleh karena itu setiap warga negara tidak
boleh untuk melarang orang beribadah. Supaya tidak banyak konflik-konflik yang
muncul di Indonesia.
Selain diatur dalam UUD 1945 , menurut
sejarah Islam pada taun 622 H, Nabi mencapai kesepakatan bersama di antara nabi
dan para pemimpin suku di Madinah, mencakup juga orang Yahudi dan Nasrani yang
disebut dengan “Konstitusi Madinah”, karena memang undang – undang dasar yang
mengikat para individu untuk membentuk masyarakat yang disebut al ummah. Salah satu isi perjanjian
tersebut adalah tentang menjamin kebebasan beragama (Dawam, 1999:93).
Beberapa cara yang digunakan untuk membangun
rasa pluralisme dalam masyarakat yang memiliki keanekaragaman agama:
Ø Saling
menjaga tempat tempat peribadatan.
Ø Saling
meniadakan dalam bentuk konflik antar agama.
Ø Saling
menjaga relasi antar umat beragama.
Kehidupan
masyarakat pada Kelurahan Kratonan dapat beriringan antara agama Nasrani dan
agama Islam. Mereka mampu menyelaraskan harmoni kehidupan dengan kepercayaan
yang berbeda dengan adanya toleransi antar umat beragama.
D.
Nilai
Pancasila Berdasarkan Pluralisme
Agar tercipta karakter pancasila yang
pluralism, harus ada perpaduan antara Pancasila dan plural (bentuk dari suatu
perilaku social masyarakat yang dibentuk melalui lingkungan hidupnya). Rumusan
Pancasila secara otentik terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 aline ke-4. Pancasila
memiliki 5 nilai yang sesuai dengan sila – sila dalam Pancasila, yaitu:
Ø Nilai
Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya
pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam
semesta.
Ø Nilai
Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung
arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup
bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal
sebagaimana mestinya.
Ø Nilai
Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke
arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan
menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia.
Ø Nilai
Kerakyatan
Nilai
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga
perwakilan.
Ø Nilai
Keadilan
Nilai
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar
sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur
secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan
normatif.
Sebagai
nilai, pancasila memuat daya tarik bagi manusia untuk diwujudkan, dan harus
dilaksanakan. Beberapa contoh perilaku untuk mewujudkan nilai-nilai pancasila dalam
lingkungan masyarakat seperti:
Ø Saling
menghormati dan memberikan toleransi antar umat beragama
Ø Rukun
dengan tetangga yang berbeda agama
Ø Berbuat
adil kepada tetangga, tidak membeda-bedakan tetangga.
Ø Mematuhi
norma-norma dan aturan yang berlaku di dalam masyarakat.
Pada
kenyataannya di Indonesia, warga masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang
lebih erat dan lebih mendalam dibandingkan hubungan mereka dengan warga
masyarakat kota dan sistem kehidupan yang diguakan biasanya berkelompok atas
dasar sistem kekeluargaan (Basrowi, 2005:59). Seperti Kelurahan Kratonan Solo yang
menggunakan sistem kekeluargaan sebagai bentuk dan wujud saling menghargai
antara masyarakat pemeluk agama nasrani dan agama islam, tetai hal ini bukan
mencampurkan satu agama dengan agama yang lain.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Suatu kerangka dimana ada interaksi beberapa
kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu
sama lain, hidup bersama tanpa menimbulkan adanya konflik disebut pluralisme.
Baik pluralisme budaya maupun pluralisme agama sama mengajarkan tentang saling
toleransi. Dengan memahami arti pluralisme secar positif maka akan terciptanya
kerukunan dalam masyarakat.
Kehidupan masyarakat di Kelurahan Kratonan
masih sangat kental akan adanya pluralisme beragama. Mereka dapat hidup
berdampingan dan hidup beriringan antara agama Nasrani dan agama Islam. Mereka
mampu menyelaraskan harmoni kehidupan dengan kepercayaan yang berbeda dengan
adanya toleransi antar umat beragama
Untuk membangun paham
pluralisme yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila khsusunya pluralisme agama,
masyarakat harus memahami makna nilai-nilai tersebut, memahami situasi atau
keadaan masyarakat setempat, memiliki keinginan dan mampu menerapkan perilaku
yang sesuai dalam kehidupan.
2.
SARAN
Ø Masyarakat khususnya daerah pedesaan masih membutuhkan
bimbingan dari orang terpelajar atau tokoh masyarakat karena masih banyak yang
belum memahami makna pluralisme agama secara positif, mereka masih menganggap
bahwa pluralisme agama adalah menyamaratakan semua ajaran agama.
Ø Semakin banyak keanekaragaman latar belakang sosial, budaya
seharusnya menjadikan suatu daerah memiliki rasa toleransi dan memiliki sikap
pluralisme yang tinggi.
Ø Untuk mewujudkan adanya pluralisme yang positif, masyarakat seharusnya
dapat berpartisipasi aktif dalam masyarakat.
Ø Masyarakat di Indonesia seharusnya bisa mengambil contoh
paham pluralisme dari kehidupan masyarakat Kelurahan Kratonan Solo yang dapat
hidup rukun dengan keanekaragaman agama yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Alfarid, Riza. “Makalah
Pluralisme”. 10 Oktober 2016. http://inigaperludikenang.blogspot.co.id/2015/08/makalah-pluralisme.html
Basrowi. 2005. “Pengantar Sosiologi”.
Bogor : Ghalia Indonesia.
Khambali,
K. M., Yon, H. W. A. W., & Sintang, S. (2014). Toleransi dan Pluralisme
Menurut Pengalaman Masyarakat Bidayuh. Jurnal
Usuluddin, 40(40).
Lestari, Mustiana.
“Muslim dan Nasrani di Solo”. 9 Oktober 2016. https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-contoh-kerukunan-umat-beragama-di-indonesia-yang- patut-ditiru/muslim-dan-nasrani-di-solo.html
Muchtar,
Rusdi. 2009. “Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia”.Jakarta Timur: Balai
Penelitian da Pengembangan Agama Jakarta.
Objantoro,
E. (2016). Pluralisme Agama-Agama: Tentangan Bagi Teologi Kristen. Jurnal Simpson: Jurnal Teologi dan
Pendidikan Agama Kristen, 1(1).
Rahardjo,
Dawam. 1999. “Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial”.
Jakarta: LSAF.
Wikipedia. “Kratonan Surakarta”. 1
November 2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Kratonan,_Serengan,_Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar