Makalah Sejarah Indonesia "Biografi Ki Hajar Dewantara"
BAB 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Bangsa yang bijak adalah bangsa yang mengenal sejarahnya.
Mengapa kita sebagai bangsa
Indonesia harus mengenal sejarah kita sendiri? Karena ada perkataan bijak yang
mengatakan “history repeats itself”:
sejarah itu berulang kembali. Hal yang pernah terjadi di masa lampau, suatu
saat akan terjadi kembali dengan variasi yang berbeda tapi esensinya sama.
Manusia yang bijak adalah manusia yang belajar dari masa lalu dan tidak
mengulangi kesalahan para pendahulunya. Selain itu, dengan mempelajari catatan
sejarah, kita akan lebih menghargai apa yang kita miliki sebagai bangsa. Betapa
besar perjuangan para pahlawan dan pendekar untuk merebut kemerdekaan.
Pengorbanan harta dan nyawa. Semua itu harus kita sadari, hormati dan kita jadikan
teladan dalam hidup.
Dalam proses
kehidupan Sejarah mengajarkan dalam tiga dimensi, yaitu masa lalu, masa
sekarang, dan masa depan. Dari setiap dimensi itu memiliki keterkaitan dan
hubungan yang sangat erat dan saling mempengarui. Itulah proses kehidupan yang
kemudian membentuk siklus sehingga melahirkan sebuah perdaban. kita sebagai
penerus sejarah dari peradaban yang diwariskan oleh nenek moyang kita, tentunya
kita bisa menentukan ataupun memilih mana yang bisa kita lakukan atau
tinggalkan karna tidak perlu ditiru. Selain itu yang sangat urgen dari unsur
pembangunan peradaban manusi ialah kita bisa melihat kondisi dan keadaan
masyarakat saat ini untuk melahirkan masyarakat yang akan datang yang lebih
unggul. Disinilah sejarah selalu mempengaruhi corak dari perkembangan setiap
fenomena sejarah yang terjadi dalam suatu masyarakat..
Dari beberapa
keadaan di atas, kita sebagai siswa seharusnya memiliki kesadaran yang lebih
mengenai tokoh – tokoh pahlawan di Indonesia. Makalah ini akan menjelaskan
tentang biografi dari salah satu tokoh pahlawan dari Pergerakan Nasional
Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara.
2.
Rumusan
Masalah
a) Bagaimana
biografi dari salah satu tokoh Pergerakan Nasional Indonesia, Ki Hajar
Dewantara ?
b) Apa
sifat yang dapat diteladani dari Ki Hajar Dewantara ?
3. Tujuan
a) Mengetahui
riwayat hidup dari Ki Hajar Dewantara
b) Menteladani
hal positif dari Ki Hajar Dewantara
BAB II
PEMBAHASAN
BIOGRAFI
KI HAJAR DEWANTARA
Ki
Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Terlahir dengan
nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga
kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40
tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara.
Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan
namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik
secara fisik maupun hatinya.
Perjalanan
hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan
bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS ( Sekolah Dasar Belanda )
Kemudian sempat melanjut ke STOVIA ( Sekolah Dokter Bumiputera ), tapi tidak
sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa
surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia,
Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis
handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga
mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya. Selain ulet sebagai
seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada
tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan
dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya
persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes
Dekker ( Dr. Danudirdja Setyabudhi ) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia
mendirikan Indische Partij ( partai politik pertama yang beraliran nasionalisme
Indonesia ) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia
merdeka.
Mereka
berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada
pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui
Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan
menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah
karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan
menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda. Kemudian
setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut
membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai
komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda.
Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang
bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan
Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta
perayaan tersebut.
Sehubungan
dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik
Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar
Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan
Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik
dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".
Akibat
karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg
menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum
buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh
bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka. Douwes
Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan
tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi.
Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan
memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman
internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang
ke pulau Banda. Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di
sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya
mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari
pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah
pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil
memperoleh Europeesche Akte. Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di
tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari
alat perjuangan meraih kemerdekaan. Setelah pulang dari pengasingan, bersama
rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak
nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa ( Perguruan Nasional
Tamansiswa ) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa
kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan
berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut. Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut. Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Sementara
itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan
tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat ( Putera
) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping
Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Setelah zaman
kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja
diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan ( bapak Pendidikan
Nasional ) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional,
tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat
keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan
lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah
Mada pada tahun 1957.
Dua
tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada
tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Kemudian oleh pihak
penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya,
Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar
Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar
sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi
museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta
data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik,
budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan
dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.
Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan).
Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
SIFAT
YANG DAPAT DITELADANI DARI KI HAJAR DEWANTARA
Ø Ki Hadjar Dewantara adalah sosok
yang melebihkan usaha daripada bicara. Menempatkan harga dirinya atas rasa
percaya akan kekuatannya sendiri. Sebagai perwira yang berani dan bijaksana,
sebagai prajurit yang berani dan setia. Meninggalkan gelar kebangsawanannya,
jika ternyata gelarnya itu dirasa dapat menghalanginya berbaur dengan rakyat.
Semuanya itu dipersembahkan untuk kepentingan rakyat dengan tidak mengambil
keuntungan sedikitpun untuk diri dan keluarganya.
Ø Ajaran keteladanan yang dibawa Ki
Hajar Dewantoro Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri
Handayani, pada intinya adalah seorang guru harus memiliki ketiga sifat
tersebut agar dapat menjadi panutan bagi siswanya. Makna Ing Ngarso Sun Tulodo
artinya menjadi seorang guru yang berada di depan, harus mampu bersikap dan
berperilaku yang baik dalam segala langkah dan tindakannya agar dapat menjadi
panutan bagi anak didiknya. Ing Madyo Mbangun Karso bermakna bahwa seorang guru
ditengah kesibukannya juga harus mampu membangkitkan atau menggugah semangat
para siswanya. Ia mampu memberikan inovasi-inovasi di lingkungan pembelajaran
dengan menciptakan suasana belajar yang lebih kodusif. Tut Wuri Handayani
artinya seorang guru harus mampu memberikan dorongan moral dan semangat dari
belakang. Dorongan moral ini dibutuhkan para siswa karena hal ini dapat
menumbuhkan motivasi dan semangat siswa.
Ø Begitu cerdas pemikiran Ki Hajar
Dewantara yang bersumber dari kemuliaan hati dan cita-citanya. Menurutnya,
pendidikan di Indonesia haruslah bersumber dari budaya nasional, menjadi bangsa
yang merdeka, dan independen baik secara politik, ekonomi, maupun spiritual.
Pendidikan juga harus merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan,
keadilan, dan kedamaian diri manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia
pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati,
empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya sehingga
hak setiap individu patut dihormati. Pendidikan hendaknya tidak hanya
mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan orang satu dengan orang
yang lain. Pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan
antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan sehingga pendidikan
dapat memperkuat rasa percaya diri dan mengembangkan harga diri. Setiap
individu akan dapat berkembang sesuai dengan kemampuan dan kemauan
masing-masing. Ia akan mekar dengan caranya sendiri dan akan wangi dengan
harumnya sendiri. Setiap orang hidup sederhana karena bahagia dengan dirinya
yang bermakna. Sedangkan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan
pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya.
Ø Ki
Hajar Dewantara merupajan sosok yang pekerja keras.
Ø Ki
Hajar Dewantara memiliki sifat ulet dan rajin.
Ø Ki
Hajar Dewantara membela kebenaran dan
mampu menetang pihak Belanda dengan pendapat –
pendapatnya yang sudah termuat dalam surat kabar.
Ø Kegigihan
Ki Hajar Dewantara dalam memperjuangkan Taman siswa.
Ø Semangat Ki Hajar Dewantara dalam
memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku,
budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta
harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.
Ø Ki
hajar dewantara adalah seseorang yang cerdas, cinta tanah air, dan membela
tanah air
Ø Memiliki
sikap pantang menyerah serta mau mengorbankan jiwa dan raga untuk Negara,
beliau lebih mengutamakan
kepentingan umum diatas kepentingan pribadi.
Ø Mempunyai
tekad yang kuat untuk memajukan generasi bangsa melalui pendidikan.
Ø Ki Hadjar Dewantara sebagai sosok
teladan, pelopor, dan penyemangat mengatasi persoalan aman dan beliau gigih
berjuang “memintarkan” rakyat Indonesia, dan sekaligus “mengenyahkan”
penjajahan dari tanah Indonesia. Kebesaran jasanya tergambarkan sebagai satriya
pinandhita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar